Senin, 04 Januari 2010

Penyakit Menular

BAB I
PENDAHULAUAN
I.1 Latar Belakang

Malaria adalah suatu penyakit akut dan bisa menjadi kronik, disebabkan protozoa yang hidup intra sel, genus plasmodium. Transmisi malaria berlangsung di lebih dari seratus negara di benua Afrika, Asia Oceania, Amerika Latin, Kepulauan Karibia, dan Turki. Kira-kira 1,6 miliard penduduk di daerah ini selalu berada dalam risiko terkena malaria. Tiap tahun ada 100 juta kasus terkena malaria dan meninggal 1 juta di daerah sahara Afrika. Sebagian besar yang meninggal adalah bayi dan anak-anak. Plasmodium malariae dan Plasmodium falciparum terbanyak di negara ini. Malaria telah diberantas di negeri-negeri seperti Eropa, Amerika Serikat, Kanada, Jepang, Australia, dan lain-lain negeri yang sudah maju atau berkembang. Malaria yang berat adalah yang disebabkan Plasmodium falciparum.
Malaria masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di Indonesia. Di daerah transmigrasi dan daerah lain yang didatangi penduduk baru dari daerah non-endemik, sering terjadi letusan atau wabah yang menimbulkan banyak kematian. Lebih dari setengah penduduk Indonesia masih hidup di daerah dimana terjadi penularan malaria, sehingga berisiko tertular malaria.

I.2 Rumusan Masalah
Penyakit malaria hingga kini belum sepenuhnya dapat diatasi dengan maksimal, masih banyak orang yang tertular penyakit yang mematikan ini. Untuk mencegah terjadinya penularan penyakit malaria peran dalam lingkungan keluarga sangat di butuhkan, Karena hampir setiap orang paling sering melakukan kontak atau komunikasi adalah dengan keluarga. Jika dilihat pada kenyataannya peran keluarga dalam pencegahan penyakit termasuk penyakit menular malaria, belum diaplikasikan oleh keluarga di Indonesia dengan dengan baik. Maka dari itu perlu adanya penyuluhan khusus oleh pemerintah agar para keluarga sadar perlunya mencegah terjadiya penyakit yang disebabkan oleh protzoa obligat intraseluler dari genus plasmodium ini.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Malaria adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh protozoa obligat intraseluler dari genus Plasmodim. Malaria pada manusia dapat disebabkan P. malariae ( Laveran, 1888 ), P. vivax ( Grosi dan Felati, 1890 ), P. falciparum ( Welch, 1897 ), dan P.ovale ( Stephens, 1922 ). Penularan malaria dilakukan oleh nymuk betina dari Anopheles ( Ross, 1897 ). Dari sekitar 400 spesies nyamuk Anopheles telah ditemukan 67 spesies yang dapat menularkan malaria dan 24 diantaranya ditemukan di Indonesia. Selain oleh gigitan nyamuk, malaria juga dapat ditularkan secara langsung melalui transfusi darah atau jarum suntik yang tercemar darah serta dari ibu hamil kepada bayinya.
Epidemiologi malaria adalah ilmu yang mempelajari faktor-faktor yang menentukan distribusi malaria pada masyarakat dan memanfaatkan pengetahuan untuk menanggulangi penyakit tersebut.


BAB III
PEMBAHASAN
III.1 Deskripsi Penyakit
Malaria merupakan penyakit yang disebabkan oleh protozoa obligat intraseluler yang hidup intra sel dari genus plasmodium. Penularan malaria dilakukan dilakukan oleh nyamuk betina dari tribus Anopheles. Adanya malaria di masyarakat dan dalam keluarga dapat dibedakan sebagai endemic atau epiendemik. Penggolongan lain adalah stable dan unstable malaria Macdonald. Malaria disuatu daerah dikatakan endemic bila insidensnya menetap untuk waktu yang lama.
Berdasarkan spleen rate (SR) pada kelompok 2-9 tahun, endemisitas malaria di suatu daerah dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1. hipoendemik : SR 10%
2. mesoendemik : SR 11-50%
3. hiperendemik : SR 50%
4. holoendemik : SR 75% (dewasa :25%)
Di daerah holoendemik, SR pada orang dewasa rendah karena imunitas tinggi yang disebabkan transmisi tinggi sepanjang tahun. Epidemic atau kejadian luar biasa (KLB) malaria adalah terjadinya peningkatan jumlah penderita atau kematian karena malaria yang secara statistik bermakna bila di bandingkan dengan waktu sebelumnya (periode 3 tahun yang lalu).
Kemungkinan masuknya penderita malaria ke daerah dimana penderita dijumpai adanya vector malaria disebut “malariogenic potential”, yang dipengaruhi oleh dua faktor yaitu : receptivity dan vulneralbilty.
Receptivity adalah adanya vektor malaria dalam jumlah besar dan terdapatnya faktor-faktor ekologis yang memudahkan penularan. Vulneralbility yaitu manunjukan suatu daerah malaria atau kemungkinan masuknya seseorang atau sekelompok penderita malaria dan atau vektor yang telah terinfeksi.
Dalam pembahasan penyakit malaria di suatu daerah perlu dipertanyakan asal-usul infeksinya, yaitu :
- indigenous : jika transmisi terjadi setempat atau local.
- imported : jika berasal dari luar daerah.
- introduced : kasus kedua yang berasal dari kasus import.
- induced : jika kasus berasal dari transfusi darah atau suntikan, balk yang disengaja maupun tidak disengaja.
- relaps : kasus recrudesensi (kambuh dalam 8 minggu) atau recurensi (kambuh lebih dari 24 minggu).
- unclassified : asal-usulnya tidak diketahui atau sulit dilacak.
Malaria di suatu daerah bersifat stable apabila transmisi di daerah tersebut tinggi tanpa banyak fluktuasi selama bertahun-tahun, sedangkan malaria bersifat unstable apabila fluktuasi transmisi dari tahun ke tahun cukup tinggi. Malaria yang bersifat unstable lebih mudah ditanggulangi daripada malaria yang stable(Ferdinan.1999,Sjaihfulloh.1996).

III.2 Cara penularan penyakit

Penyakit malaria dapat ditularkan melalui dua cara, yaitu cara alamiah dan bukan alamiah.
1. Penularan secara alamiah (natural infection), melalui gigitan nyamuk Anopheles.
2. Penularan bukan alamiah, dapat dibagi menurut cara penularannya, antara lain :
a. Malaria bawaan atau kongenital, disebabkan karena adanya kelainan pada sawar plasenta sehingga tidak ada penghalang infeksi dari ibu yang mengandung kepada bayi yang dikandungnya selain melalui plasenta penularan ibu bayi kepada bayi melalui tali pusat.
b. Penularan secara mekanik terjadi melalui transfusi darah atau jarum suntik. Penularan melalui jarum suntik banyak terjadi pada para pecandu obat bius yang menggunakan jarum suntik yang tidak steril. Infeksi malaria melalui transfusi hanya menghasilkan siklus eritrositer karena tidak melalui sporozoit yang memerlukan siklus hati sehingga dapat diobati dengan mudah.
c. Penularan secara oral, pernah dibuktikan pada ayam (Plasmodium gallinasium), burung dara (Plasmodium relection), dan monyet (Plasmodium knowlesi). Pada umumnya sumber infeksi malaria pada manusia adalah manusia lain yang sakit malaria, baik dengan gejala maupun tanpa gejala klinis(A.nugroho,1999)

III.3 Faktor-Faktor Penyebab Malaria
Banyak faktor penyebab terjadinya penyakit malaria diantaranya,
a. Faktor Parasit
Agar dapat hidup terus sebagai spesies, parasit malaria harus ada dalam tubuh manusia untuk waktu yang cukup lama dan menghasilkan gametosit jantan dan betina pada saat yang sesuai untuk penularan. Parasit juga harus menyesuaikan diri dengan sifat-sifat nyamuk Anopheles yang anthropofilik agar sporogini dimungkinkan dan menghasilkan sporozoit yang infektif.
Sifat-sifat spesifik parasit berbeda-beda untuk setiap spesies malaria dan hal ini mempengaruhi terjadinya manifestasi klinis dan penularan. Plasmodium falciparum mempunyai masa infeksi yang paling pendek, namun menghasilkan parasitemia paling tinggi, gejala yang paling berat, dan masa inkubasi yang paling pendek. Gametosit Plasmodium falciparum baru berkembang setelah 8-15 hari sesudah masuknya parasit ke dalam darah. Gametosit Plasmodium falciparum menunjukkan perioditas dan infektivitas yang berkaitan dengan kegiatan menggigit vector. Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale pada umumnya menghasilkan parasitemia yang rendah, gejala yang lebih ringan, dan mempunyai masa inkubasi yang lebih lama. Sporozoit Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale dalam hati berkembang menjadi sizon jaringan primer dan hipnozoit. Hipnozoit ini yang menjadi sumber untuk terjadinya relaps.
Setiap spesies malaria terdiri dari berbagai “strain” yang secara morfologik tidak dapat dibedakan. Strain dari suatu spesies yang menginfeksi vektor lokal, mungkin tidak dapat menginfeksi vector dari daerah lain. Lamanya masa inkubasi dan pola terjadinya relaps juga berbeda menurut geografi. Plasmodium vivax dari daerah Eropa Utara mempunyai masa inkubasi yang lama, sedangkan Plasmodium vivax dari Pasifik Barat (Papua, Chesson strain) mempunyai pola relaps yang berbeda. Terjadinya resistensi terhadap obat antimalaria juga berbeda menurut strain geografik parasit. Pola resistensi di Papuajuga berbeda misalnya dengan di Sumatera atau Jawa.
a. Faktor Manusia
Secara umum dapat dikatakan bahwa pada dasarnya setiap orang dapat terkena malaria. Perbedaan prevalensi menurut umur dan jenis kelamin sebenarnya berkaian dengan perbedaan derajat kekebalan karena variasi keterpaparan terhadap gigitan nyamuk.
Bayi di daerah endemik malaria mendapat perlindungan antibody maternal yang diperoleh secara transplasental.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa perempuan mempunyai respon imun yang lebih kuat dibandingkan dengan laki-laki, namun kehamilan menmbah risiko terkena malaria. Malaria pada wanita hamil mempunyai dampak yang buruk terhadap kesehatan ibu dan anak antara lain berat badan lahir yang rendah, abortus, partus premature, dan kematian janin intrauterine.
Malaria kongenital sebenarnya sangat jarang dan kasus ini berhubungan dengan kekebalan yang rendah pada ibu. Secara proporsional, insiden malaria kongenital lebih tinggi di daerah prevalensi.
Faktor-faktor genetik pada manusia sangat mempengaruhi terjadinya malaria dengan pencegahan invasi parasit ke dalam sel, mengubah respon imunologik atau mengurangi keterpaparan terhadap vektor.
Beberapa faktor genetik bersifat protektif terhadap malaria ialah :
a. golongan darah Duffy negative
b. hemoglobin S yang menyebabkan sickle cell anemia
c. thalasemia (alfa dan beta)
d. hemoglobinopati lainnya (HbF dan HbE)
e. defisiensi G-6-PD (glucose-6-phosphate dehydrogenase)
f. ovalositosis

Keadaan gizi agaknya tidak menambah kerentanan terhadap malaria. Ada beerapa studi yang menunjukkan bahwa anak yang bergizi baik justru lebih sering mendapat kejang dan malaria selebral dibandingkan dengan anak yang bergizi buruk. Akan tetapi, anak yang bergizi baik dapat mengatasi malaria berat dengan lebih cepat dibandingkan dengan anak bergizi buruk.
b. Faktor Nyamuk
Malaria pada manusia hanya dapat ditularkan oleh nyamuk betina Anopheles. Dari lebih 400 spesies Anopheles di dunia, hanya sekitar 67 yang terbukti mangandung sporazoit dan dapat menularkan malaria.
Di setiap daerah dimana terjdi transmisi malaria biasanya hanya ada satu atau paling banyak tiga spesies Anopheles yang menjadi vektor penting. Di Indonesia telah ditemukan 24 vektor Anopheles yang menjadi vektor malaria.
Nyamuk Anopheles terutama hidup di daerah tropic dan subtropik, namun bisa juga hidup di daerah beriklim sedang dan bahka di daerah Arktika. Anopheles jarang ditemukan pada ketinggian lebih dari 2000-2500 meter. Sebagian besar nyamuk Anopheles ditemukan di dataran rendah.
Efektifitas vektor untuk menularkan malaria ditentukan hal-hal sebagai berikut :
· Kepadatan vektor dekat pemukiman manusia.
· Kesukaan menghisap darah manusia atau antropofilia.
· Frekuensi menghisap darah, ini tergantung dari suhu.
· Lamanya sporogini ( berkembangnya parasit dalam nyamuk sehingga menjadi infektif )
· Lamanya hidup nyamuk harus cukup untuk sporogini dan kemudian menginfeksi jumlah yang berbeda-beda menurut spesies.
Nyamuk Anopheles betina menggigit antara waktu senja dan subuh dengan jumlah yang berbeda-beda menurut spesiesnya.
Kebiasaaan makan dan istirahat nyamuk Anopheles dapat dikelompokkan sebagai :
· Endofili : suka tinggal dalam rumah / bangunan.
· Eksofili : suka tinggal di luar rumah.
· Endofagi : menggigit dalam rumah / bangunan.
· Eksofagi : menggigit di luar rumah / bangunan.
· Antroprofili : suka menggigit manusia.
· Zoofili : suka menggigit binatang.
Jarak terbang nyamuk Anopheles adalah terbatas. Biasanya tidak lebih dari 2-3 km dari tempat perindukannya. Jika ada angin yang kuat, nyamuk Anopheles bisa terbawa sampai 30 km. Nyamuk Anopheles dapat terbawa pesawat terbang atau kapal laut dan menyebarkan malaria ke daerah yang non-endemik.

c. Faktor Lingkungan
a.Lingkungan Fisik
lFaktor geografi dan meteorology di Indonesia sangat menguntungkan transmisi
malaria di Indonesia. Pengaruh suhu ini berbeda-beda bagi setiap spesies. Pada suhu 26,7 c masa inkubasi ekstrinsik adalah 10-12 hari untuk Plasmodium falciparum dan 8-11 hari untuk Plasmodium vivax, 14-15 hari untuk Plasmodium malariae, dan Plasmodium ovale.

1.Suhu
Suhu mempengaruhi perkembangan parasit dalam nyamuk. Suhu yang optimum berkisar antara 20 dan 30 c. makin tinggi suhu (sampai batas tertentu), maka makin pendek masa inkubasi ekstrinsik dan sebaliknya makin rendah suhu, maka makin panjang masa inkubasi ekstrinsik.
2. Kelembaban
Kelembaban yang rendah memperpendek umur nyamuk, meskipun tidak berpengaruh pada parasit. Tingkat kelembaban 60 % merupakan batas paling rendah untuk memungkinkan hidupnya nyamuk. Pada kelembaban yang lebih tinggi, nyamuk lebih aktif dan lebih sering menggigit, sehingga meningkatkan penularan malaria.
3. Hujan
Pada umumnya hujan akan memudahkan perkembangan nyamuk dan terjadinya epidemik malaria. Besar kecilnya pengaruh tergantung dari jenis dan deras hujan, jenis vektor, dan jenis tempat perindukan. Hujan yang diselingi panas akan memperbesar kemungkinan berkembangbiaknya nyamuk Anopheles.
4. Ketinggian
Secara umum malaria berkurang pada ketinggian yang semakin bertambah. Hal ini berkaitan dengan menurunnya suhu rata-rata. Pada ketinggian di atas 2000 meter jarang ada transmisi malaria. Hal ini bisa berubah bila terjadi pemanasan bumi dan pengaruh dari El-Nino. Di pegunungan Papua, yang dulu jarang ditemukan malaria, kini lebih sering ditemukan malaria. Ketinggian paling tinggi masih memungkinan transmisi malaria ialah 2500 meter di atas permukaan laut (di Bolivia).
5. Angin
Kecepatan dan arah angina dapat mempengaruhi jarak terbang nyamuk dan ikut menentukan jumlah kontak antara nyamuk dan manusia.
6. Sinar matahari
Pengaruh sinar matahari terhadap larva nyamuk berbeda-beda. Anopheles sundaicus lebih suka tempat yang teduh, Anhopheles hyrcanus sp dan Anopheles pinctulatus sp lebih suka tempat yang terbuka. Anopheles barbirostris dapat hidup baik di tempat yang teduh maupun yang terang.
7. Arus air
Anopheles barbirostris menyukai perindukan yang airnya statis atau lambat. Anopheles minimus menyukai aliran air yang deras, dan Anopheles letifer menyukai air tergenang.
8. Kadar garam
Anopheles sundaicus tumbuh optimal pada air payau yang kadar garamnya 12-18 % da tidak berkembang pada kadar garam 40 % keatas. Namun, di Sumatera Utara ditemukan pula perindukan Anopheles sundaicus dalam air tawar.
b. Lingkungan Biologik
Tumbuhan bakau, lumut, ganggang, dan tumbuhan lain dapat mempengaruhi kehidupan larva karena ia dapat menghalangi sinar matahari atau melindungi dari serangan makhluk hidup lainnya. Adanya berbagai jenis ikan pemakan larva seperti iakn kepala timah, gambusia, nila, mujair, dan lain-lain akan mempengaruhi populasi nyamuk di suatu daerah. Adanya ternak seperti sapi, kerbau dan babi dapat mengurangi jumlah gigitan nyamuk pada manusia apabila ternak tersebut tidak dikandangkan tidak jauh dari rumah.
c. Lingkungan Sosial Budaya
Kebiasaan untuk di luar rumah sampai larut malam, dimana vektornya bersifat eksofilik dan eksofagik akan memudahkan gigitan nyamuk. Tingkat kesadaran masyarakat tentang bahaya malaria akan mempengaruhi kesediaan masyarakat untuk memberantas malaria antara lain dengan menyehatkan lingkungan, menggunakan kelambu, memasang kawat kasa pada rumah, dan menggunakan obat nyamuk. Berbagai kegiatan manusia seperti pembuatan bendungan, pembuatan jalan, pertambangan, dan pembangunan pemukiman baru sering mengakibatkan perubahan lingkungan yang menguntungkan penularan malaria (man-made malaria).
Peperangan dan perpindahan penduduk dapat menjadi factor penting untuk meningkatkan malaria. Meningkatnya pariwisata dan perjalanan dari daerah endemic mengakibatkan meningkatnya kasus malaria yang diimport (Suriadi,1999).

III. 4 Mata Rantai Infeksi
siklus hidup semua spesies parasit malaria pada manusia adalah sama, yaitu mengalami stadium-stadium yang berpindah dari vector nyamuk ke manusia dan kembali ke nyamuk lagi. Terdiri dari siklus seksual (sporogini) yang berlangsung pada nyamuk Anopheles, dan siklus aseksual yang berlangsung pada manusia yang terdiri dari fase eritrosit (erythrocytic schizogony) dan fase yang berlangsung di dalam parenkim sel hepar (exo-erythrocytic schizogony).

1. Stadium Hati
Stadium ini dimulai ketika nyamuk Anopheles betina menggigit manusia dan memasukkan sporozoit yang terdapat pada air liurnya ke dalam darah manusia ketika menghisap darah. Melalui aliran darah dalam beberapa menit kemudian (sekitar 0,5-1 jam) sporozoit sudah tiba di hati dan segera menginfeksi sel hati. Proses masuknya sporozoit ke dalam sel hati dilakukan melalui pelekatan antara sirkum-sporozoit protein dari sporozoit dengan reseptor heparin sulfat proteoglikan dan suatu glikoprotein yang disebut Low density lipoprotein receptor-like protein LRP di hepar. Disini selama 5-16 hari sporozoit mengalami reproduksi aseksual disebut proses skizogoni atau proses pemisahan yang akan menghasilkan 10000-30000 parasit anak yaitu merozoit yang kemudian akan dikeluarkan dari sel hati dan selanutnya menginfeks eritrosit. Masihbeum jelas bagaimana caranya sporozoit dapat beradaptasi terhadap perubahan lingkungan yan ekstrim dari lingkungan nyamuk yang berdarah dingin ke manusia yang berdarah panas.
2. Stadium Darah
Siklus di darahdimulai dengan keluarnya merozoit dari skizon matang di hati kedalam sirkulasi. Waktu minimum mulai dari infeksi oleh nyamuk sampai dengan tampak pertama kalinya merozoit di eritrosit disebut periode prepaten. Periode ini konstan dank has untuk masing-masing spesies. Biasanya periode ini ditentukan dengan hapusan darah tebal serial dengan interval tertentu untuk mengamati pertama kali parasit tampak dalam darah, umumnya untuk Plasmodium falciparum lama periode ini 9 hari, untuk P. vivax 11 hari, P. ovale 10 hari, dan P. malariae 15 hari. Periode iinkubasi adalah masa mulai infeksi sampai tampak gejala-gejala dan tanda-tanda infeksi yaitu

Spesies
P. vivax P. ovale P. malariae P. falciparum
Stadium preeritrositik 6-8 hari 9 hari 14-16 hari 5-7 hari
Periode prepaten 11-13 hari 10-14 hari 15-16 hari 9-10 hari
Periode inkubasi 12­17 hari,
6­12 bulan 16­18 hari,dapat lebih lama 18­40 hari,dapat lebih lama 9­14 hari
Siklus eritrositer 48 jam 50 jam 72 jam 48 jam

Sampai perasitemia mencapai kepadatan tertentu untuk dapat menimbulkan gejala klinis, biasanya 2 hari setelah periode prepaten.
Parasit menginvasi eritrosit, perubahan bentuk mendadak eritrosi terinfeksi, invaginasi membrane eritrosit dimana parasit melekat dan selanjutnya membentuk kantong merozoit, dan terakhir penutupan kembali membrane eritrosit disekeliling parasit. Prose menembus eritrositdimulai dengan merozoit berputar mangarahkan ujung apikalnya menghadap mambran, kemudian dari badan rhoptri mengeluarkan suatu protein yaitu rhoptry­assosiated protein yang akan meluangi membrane sel eritrosit. Poses ini melibatkan pula beberapa enzim protease spesifik seperti endopeptidase, chymotripsin­like enzyme, protease inhibitor. Selanjutnya merozoit masuk melalui proses endositosis, setelah tu dinding eritrosit akan menutup kembali. Keseluruhan proses berlangsung dalam 30 detik reseptor pada eritrosit yang diperlukan untuk perlekatan perasit dangan membran eritrosit berbeda­beda pada masing­masing spesies. Untuk P. vivax menggunakan antigen duffy yaitu suatu reseptor untuk kemokin pada permukaan eritrosit, sdangkan untuk P. falciparum menggunakan glycophorin A.
Perkembangan parasit didalam eritrosit menyebabkan perubahan pada eritrosit meliputi 3 hal yaitu pembesaran, perubahan warna menjadi lebih pucat decolorization dan setippling timbulnya bintik­bintik pada pewarnaan tertentu, missal titik­titik schuffner, maurier cleft, titik-titik zieman, perubahan-perubahan ini diduga akibat transport protein-protein malaria melalui membran eritrosit menuju permukaan eritrosit, dan ini khas untuk masing-masing spesies plasmodium.

C. Stadium nyamuk
Setelah darah masuk ke usus nyamuk, maka protein eritrosit akan dicerna pertama oleh enzim tripsin, kemudian oleh enzim aminopeptidase dan selanjutnya karboksipeptidase, sedangkan komponen karbohidrat akan dicerna oleh glikosidase. Gametosit matang didalam darah penderita yang terhisap oleh nyamuk pada saat meminum darah akan segera keluar dari eritrosit, selanjutnya akan mengalami proses pematangan didalam usus nyamuk untuk menjadi gamet (gametogenesis).
Faktor-faktor yang berperan pada gametogenesis meliputi temperature (suhu lebih rendah 5 c dari suhu nyamuk), kadar O2, CO2, pH 7,8, faktor farmakologis seperti bikarbonat (Nugroho,1999).
III. 5 Tahapan Pencegahan Penyakit dalam Keluarga
Pencegahan penyakit malaria dilakukan dengan pemberantasan hama. Tujuan dari pemberantasan hama adalah menurunkan angka kesakitan dan kematian sedemikian rupa sehingga penyakit ini tidak lagi merupakan masalah kesehatan masyarakat.
Perbedaan antara program pembasmian dan pemberantasan malaria dapat dilihat dalam table berikut :
Table 2. Perbedaan Antara Program Pemberantasan dan Pembasmian Malaria

Pembeda Pemberantasan Pembasmian
Tujuan



Jangkauan


Waktu

Biaya


Manajemen pengelolaan

Penemuan khusus

Evaluasi Menurunkan malaria sehingga tidak menjadi masalah kesehatan

Tidak seluruh wilayah transmisi malaria.

Tidak terbatas

Relative kecil namun terus menerus

Harus baik

Sesuai kemampun

Survai malariometrik,
ACD bukan keharusan Menghentikan transmisi malaria dan menghialngkan reservoir malaria.

Seluruh wilayah yang mempunyai transmisi malaria

Terbatas sekitar 8 tahun

Relative besar namun tidak terus menerus

Harus sempurna

Sangat penting

Harus membuktikan tidak adanya kasus indigenous,
ACD mutlak perlu

Pembasmian malaria berlangsung dalam 4 fase, yaitu :
a. Fase persiapan: pengenalan wilayah, penyediaan tenaga, bahan, alat, kendaraan.
b. Fase penyerangan : penyemprotan rumah dengan insektisida yang mempunyai efek residual disertai dengan PCD dan ACD.
c. Fase konsolidasi : fase ini dimulai jika API ( Annual Parasite Incidence ) kurang dari 1 %. Kegiatan terpenting adalah PCD dan ACD. Fase ini berakhir jika selama 3 tahun berturut-turut tidak ditemukan lagi kasus malaria “indigenous”.
d. Fase pemeliharaan ( maintenance ): fase ini dapat berjalan beberapa tahun untuk mempertahankan hasil yang dicapai sampai dinyatakan bebas malaria oleh tim WHO setelah beberapa syarat dipenuhi antara lain berfungsinya suatu jaringan pelayanan kesehatan primer.
Program pencegahan penyakit malaria dapat didefinisikan sebagai usaha terorganisasi untuk melaksanakan berbagai upaya menurunkan penyakit dan kematian yang disebabkan oleh malaria, sehingga tidak menjadi masalah kesehatan yang utama.
Dalam tahapan pencegahan penyakit peran tenaga kesehatan, keluarga atau orang-orang dalam lingkungan terdekat sangat penting dan dibutuhkan. Berbagai kegiatan yang dapat dijalankan untuk mengurangi malaria adalah :
1. menghindari atau mengurangi kontak / gigitan nyamuk Anopheles ( pemakaian kelambu, penjaringan rumah, repelon, obat nyamuk, dan lain-lain ).
2. membunuh nyamuk dewasa dengan menggunakan berbagai insektisida.
3. membunuh jentik ( kagiatan antilarva ) baik secara kimiawi ( larvisida ) maupun biologik ( ikan, tumbuhan, jamur, bakteri ).
4. mengurangi tempat perindukan ( source reduction ).
5. mengobati penderita malaria jika sudah ada anggota keluarga yang terkena malaria.
6. pemberianpengobatan pencegahan ( profilaksis ).
7. vaksinasi ( masih dalam tahap riset dan clinical trial ).
Peran keluarga sangat vital untuk pencegahan dan pemberantasan penyakit malaria. Orang tua harus memberikan dan mengajarkan apa itu arti kebersihan dan manfaatnya kepada anak-anaknya. Mulai dari hal-hal kecil seperti cuci tangan sebelum makan, mandi yang bersih, dan sebagainya (Suriadi,1999).


BAB IV
PENUTUP
IV.1 KESIMPULAN
Dalam pencegan terjadinya penyakit malaria ini peran keluarga harus selalu ada,s faktor lingkngan fisik juga harus benar-benar diberhatikan. Terutama dalam lingkungan tempat tinggal sekitar, kebersihan dan kesehatan lingkungan harus dijaga. Cara pencegahan malaria dalam lingkungan keluarga dapat dilakukan dengan, menghindari atau mengurangi kontak gigitan nyamuk Anopheles dengan tidak menggunakan pemakaian kelambu, penjaringan rumah, repelon, obat nyamuk, dan lain-lain. membunuh nyamuk dewasa dengan menggunakan berbagai insektisida, membunuh jentik ( kagiatan antilarva ) baik secara kimiawi ( larvisida ) maupun biologik ( ikan, tumbuhan, jamur, bakteri ), mengurangi tempat perindukan ( source reduction ), segera mengobati penderita malaria jika sudah ada anggota keluarga yang terkena malaria.

IV.2 SARAN
Demikianlah tugas terstruktur ilmu kesehatan masyarakat mengenai peran keluarga dalam usaha mencegah penyakit menular pada malaria. Semoga dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membacanya, meskipun makalah ini jauh dari sempurna. Oleh sebab itu saran dan kritik yang membangun sangat dibutuhkan. Terimakasih.

BAB V
DAFTAR PUSTAKA

Haryanto.1999. MALARIA epidemiologi, patogenesis, manifestasi klinis dan penanganan. EGC : Jakarta
Noer, Sjaifulloh.1996. buku ajar ilmu penyakit dalam. FKUI : Jakarta